Jumat, 06 Juli 2012

Pengemis bukan Mengemis


Saat macet atau di lampu merah, pemandangan apa yang sering terlihat selain banyaknya mobil yang berjejer?
Pedagang minuman? Ya. Penjual koran? Ya. Pengemis? Yaa. Sebenarnya saya agak jengkel dengan pengemis. Bukannya mau sombong atau bagaimana, tapi perhatikan pengemis jaman sekarang dan bandingkan dengan jaman dulu. Pengemis sekarang umumnya terlihat lebih segar, bahkan masih muda, yang seharusnya masih bisa mencari mata pencaharian lain selain mengemis. Okelah jika mereka tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk mencari pekerjaan, tapi mereka masih bisa mengandalkan tenaga untuk mencuci misalnya? Coba ingat tampilan pengemis jaman kita masih kecil dulu. Mereka berpenampilan lusuh dan umumnya memang memiliki kondisi yang tidak memungkinkan untuk bekerja. Jika pengemis memang benar-benar orang tidak mampu yang membutuhkan pertolongan, mungkin memang sudah sebaiknya kita menolong. Tapi jika tidak?

Berikut ini beberapa alasan kenapa saya tidak lagi simpati pada pengemis :
1. Alasan di atas, mereka berpenampilan masih muda dan segar. Mencari pekerjaan memang tidak mudah, tetapi kalau tidak malas, pasti ada beberapa pekerjaan yang dapat mereka lakukan.
2. Apakah pengemis sekarang memang mereka dari keadaan ekonomi bawah? Tidak juga. Tidak semua maksud saya. Pernah dengar ada kampung pengemis di Jakarta? Dimana ada satu lahan yang isinya kontrakan bagi para pengemis. Berapa uang kontrakan per bulannya? 350-500rb. Saya ingat, salah satu teman saya dulu pernah bilang kalo kos-kosannya 300rb per bulan. Hmm setara dengan kosan mereka yahh.. Saya membaca di salah satu berita, salah seorang pengemis mengaku bahwa umumnya pendapatan mengemis mereka per hari 500-600rb, dan paling apesnya dapet 200rb per hari. Ckckck coba kalikan angka tersebut dengan 30 hari ( 1 bulan), jadi berapa juta pendapatan mereka per bulan? Ada lagi satu kampung di Madura yang 80% penghuninya bermata pencaharian mengemis dan rumah mereka sangat enak, memiliki rumah, hewan ternak dan kendaraan. Istilahnya, mengemis di kota, hidup mewah di desa. Hmmm... Bahkan ada juga yang sudah bisa naik haji dengan uang hasil mengemis. Bagaimana haji di mata Allah? Hanya Allah yang tau..
3. Pengemis biasanya suka mengorbankan anak-anak untuk menarik rasa iba. Mereka biasa menyewa seorang anak 20rb per hari. Pengemis juga banyak yang berasal dari anak-anak. Saya tidak menyalahkan anaknya karena bagaimanapun anak terbentuk dari bagaimana orangtua mendidiknya. Jadi mungkin kita tidak perlu salahkan anaknya tetapi, kemana ibunya? Biasanya, pengemis anak-anak itu ada penggeraknya. Katakanlah preman, yang katanya menguasai daerah tersebut. Anak- anak disuruh mengemis untuk kemudian hasilnya sebagian besar diserahkan kepada si preman. Jadi kalau masyarakat menyumbangkan uangnya bagi pengemis anak-anak, itu artinya memakmurkan anak-anak tersebut, atau preman sang raja jalanan? Sebagai saran, mungkin kalau kita iba pada pengemis anak-anak, ada baiknya kita tidak perlu memberikan uang, tetapi makanan. Bisa makanan ringan (biskuit atau apapun). Jadi bisa dinikmati oleh anak tersebut langsung. Oiya, selain mengemis, saya juga sering melihat anak-anak menjual ulekan(buat ngulek kalo masak, tau kan hehe) dari batu yang beratnya ampun ampun untuk ukuran anak kecil. Mana ibunya? Ada di bawah pohon, lagi ngadem. Ada yang sambil makan, ada yang sambil ngrokok. Astaghfirullah, tega banget sama anak sendiri. Di TV pernah ada yang wawancara ibu seperti ini dan dia bilang intinya seperti ini, mau bagaimana lagi, kalau yang jualan orang dewasa dagangannya ga akan laku. Kalo anak kecil yang jualan pasti pada kasihan. Yaa ampun kasian banget anaknya.
4. Banyak cerita, pengemis yang menipu. Saya katakan disini, banyak, bukan semua memang. Penipuan biasanya dengan cara membuat seolah olah tubuhnya cacat. Ada yang menyembunyikan sebelah tangannya, berpura-pura lumpuh, berpura-pura buta dan lain lain. Dosen saya pernah bercerita, dulu beliau pernah sangat empati pada salah seorang pengemis yang "lumpuh" di jalan X. Hampir setiap lewat situ, pak dosen selalu menyumbang untuk pengemis itu. Tapi, pernah suatu ketika pak dosen lewat situ dan saat itu hujan lebat tiba-tiba. Si pengemis itu kemudian berdiri dengan enaknya dan berteduh. Pak dosen merasa selama ini tertipu dan merasa kesal. Ternyata pengemis yang selama ini dikasihaninya sama sekali tidak lumpuh. Lain cerita, waktu itu saya pergi bersama ayah saya. Di sebuah perempatan lampu merah, seorang pengemis laki-laki datang dengan tampilan seperti orang buta. Ayah saya kemudian membuka kaca jendela dan memberikan uang pada pengemis itu dan saya tidak curiga. Tiba-tiba pengemisnya bilang, terimakasih pak..
Loh loh, ko tau yaa yang nyupir bapak-bapak? Hmmm wallahu'alam..

Secara pribadi, dibandingkan pengemis, saya lebih menghargai orang-orang seperti ini




mereka bekerja dan berusaha.bagaimana jika mereka melihat temannya yang sehat mengemis lantas mendapatkan uang yang lebih banyak dari mereka yang banting tulang bekerja?

well.
Saya tekankan sekali lagi, saya tidak bermaksud untuk men judge semua pengemis sama seperti penuturan saya di atas. Ada beberapa pengemis yang mungkin memang benar-benar terpaksa, butuh, bukan karena malas kemudian menjadikan mengemis sebagai profesi. Intinya, mari kita lebih selektif lagi. Bukan bermaksud untuk pilih-pilih, karena ada orang yang bilang ga usah pilih-pilih kalo mau nolong orang. Nolong mah nolong aja, yang penting niat kita baik. Masalah uangnya mau dipake buat apa, ya itu terserah mereka. Atau pendapat seperti ini, apa susahnya sih untuk kita kasih mereka 500 perak aja? Ga bikin kita jatuh juga kan? Menyumbang juga kan sebagai bentuk rasa syukur? Memang benar, benar sekali dan saya setuju. Tetapi alangkah lebih baik kalau kita menggunakan uang kita untuk orang yang benar-benar membutuhkan bukan? Jika kita memiliki uang lebih, tidak perlu bingung akan kemana kita membawanya. Sekarang kan udah banyak lembaga-lembaga yang mengumpulkan infaq dan sodaqoh untuk disalurkan ke orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Tentu saja cermat dalam memilih lembaga yang insyaAllah bisa dipercaya.

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk melarang siapapun menyumbang pada pengemis, hanya sharing info dan pengalaman. Jangan ada yang tersinggung yaa :)
Semoga Allah mengampuni dosa saya jika ada salah kata ataupun pemikiran dalam tulisan ini.
wallauhu'alam
enamjuliduaribuduabelas