Sabtu, 28 Desember 2013

" The prettiest smiles hide the deepest secrets. The prettiest eyes have cried the most tears. The kindest hearts have felt the most pain."
Blake Grayrose

duapuluhdelapandesemberduaributigabelas

9 tahun silam..

26 Desember selalu mengingatkan aku akan satu hal, satu peristiwa yang mungkin banyak orang juga mengingatnya, kejadian yang bisa jadi takkan terlupakan. sembilan tahun lalu, yaa tepat sembilan tahun lalu. kejadian tsunami di Aceh. masih jelas dalam ingatan bagaimana gempa melanda Aceh saat itu, disusul tsunami pada hari yang sama menyapu daerah Aceh begitu hebatnya. aku tidak mengalaminya, tidak. alhamdulillah. tapi, aku masih ingat betul ketika itu aku masih tinggal di Medan. Jarak dari Medan ke Aceh bisa dibilang cukup dekat, hanya 10 jam naik bus. aku masih ingat saat itu Minggu pagi sekitar pukul delapan. aku sedang sendiri di rumah karena kakakku sedang tidak di rumah, sementara ayah dan ibu mengantar adikku ada acara renang dari sekolahnya. kegiatan rutinku Minggu pagi adalah nonton Doraemon. saat sedang nonton Doraemon dengan santainya, aku sambil menyandarkan kepalaku pada sebuah lemari kayu kecil. tiba-tiba ada bunyi sesuatu dari arah lemari kayu itu, aku pikir itu suara cicak yang menggaruk dinding lemari. beberapa saat kemudian, badanku terasa giyang. apa aku salah? aku lihat ke atas, ke arah lampu gantung dan lampu itu bergoyang. seketika aku tersadar bahwa itu adalahgempa. refleks aku berlari keluar rumah lewat pintu samping. sampai di garasi, aku baru sadar kalau aku melupakan sesuatu. jilbab. aku lupa memakai jilbab. sempat berhenti di tengah garasi, akhirnya dalam hitungan kurang dari tiga detik aku memutuskan untuk masuk lagi ke dalam rumah mengambil jilbab. aku berpikir, setidaknya jika pada hari itu aku mati, maka aku akan mati dengan mengenakan jilbab. setelah memakai jilbab aku keluar rumah. di luar sudah penuh dengan para tetangga yang sudah lebih dulu berhamburan keluar rumah masing-masing. ada yang berpegangan pagar, ada yang berdiri sambil megangin anak sambil megang mangkok kecil, rupanya lagi nyuapin anaknya makan. ada yang jongkok dan sebagian lagi ada yang azan. gempa belum berhenti bahkan semakin hebat, dari arah mesjid dikumandangkan azan. hatiku bergetar, kepalaku mulai pusing. ini adalah gempa terdasyat dan terlama yang pernah aku rasakan selama ini. tanganku erat memegang pagar, rasanya taku sekali, ingin menangis. aku seperti tidak sedang menginjak bumi tapi seperti sedang berada di atas kapal laut yang sedang berjalan. begitulah rasanya, pusing, bergoyang dan takut.

gempa berhenti. para tetangga masuk ke rumah masing-masing, aku juga masuk ke rumah takut-takut. pintu rumah kubiarkan terbuka, khawatir ada gempa susulan dan aku bisa mudah lari keluar. tapi alhamdulillah tidak. aku lega, gempa tadi begitu hebat, tapi aku sama sekali tidak berpikiran bahwa ada hal yang lebih hebat terjadi di Aceh. aku pikir, itu hanya gempa biasa tapi ternyata tidak. ibu, ayah dan adikku pulang. mereka bercerita saat gempa, air kolam berayun-ayun, seperti air di dalam ember yang digoyang-goyang, begitu juga keadaan air di kolam renang. agak siang aku ga sengaja nonton berita dan dari situlah aku menyadari bahwa ada kejadian lain yang terjadi di Aceh, gempa yang disusul tsunami. aku nonton sampe merinding, berita tsunami Aceh ditayangkan mulai siang hari itu hingga beberapa minggu setelahnya. gambar-gambar ditampilkan, video-video mulai dari video dari kamera profesional hingga video amatir pun ditayangkan. kejadiannya sungguh dasyat, aku nonton dalam diam, jarang berkomentar, merinding. kadang-kadang kalo sudah tidak kuat, aku ke kamar dan menangis. sedih melihatnya. aku ingat dulu ada salah satu berita yang aku tonton di salah satu stasiun tv. saat itu wartawan yang dikirim ke Aceh untuk meliput langsung berita di Aceh pasca tsunami. dan pada saat giliran presenter itu bicara untuk meyampaikan berita, tiba-tiba saja dia mau menangis, bicara terbata-bata kesulitan menahan emosinya. sampai-sampai presenter itu meminta maaf di depan kamera dan mengatakan bahwa dirinya sulit menahan emosi karena suasana di sekitarnya betul-betul menyedihkan dan lokasi di tempatnya berdiri saat itu dekat dengan mayat-mayat yang tergeletak di tanah. karena tidak kuat, akhirnya presenter yang ada di studio jakarta menyarankan presenter lapangan tadi untuk menenangkan diri sejenak dan akan menghubunginya lagi untuk menyampaikan berita beberapa saat kemudian. sedih banget :'(

tetanggaku orang Aceh, kebetulan pada kejadian tsunami Bunda (biasa aku memanggil beliau dengan sebutan bunda) dan ketiga anaknya yang semuanya perempuan sedang berada di Aceh. alhamdulillah mereka semua selamat. bunda bercerita bagaimana pada hari itu, mereka berlari sekencang-kencangnya menghindari air yang menggulung di belakang. air menggulung tinggi sekali dan warnanya gelap. tingginya bisa mencapai sekian meter, tinggi sekali. saat berlari, mereka cepat-cepat naik sebuah truk yang sedang berjalan di depan mereka, naik berebutan dengan banyak orang yang juga ingin naik truk itu. kemudian truk tersapu air dan mereka susah payah naik ke atas genteng rumah orang untuk menyelamatkan diri, mereka di atas sana, duduk dengan aman sambil menyaksikan bagaimana air menyapu tanah kelahiran mereka, meluluhlantakkan apa saja yang disapunya, menyeret ratusan orang yang tidak sempat menyelamatkan diri seperti mereka. aku tidak berada disana tapi aku bisa membayangkan kejadiannya dan tentu saja apa yang kubayangkan tidaka da apa-apanya bila dibandingkan dengan kondisi yang terjadi disana.

beberapa minggu sejak kejadian tsunami, di sekolahku ada empat orang anak Aceh yang pindah ke sekolah kami. satu diantaranya kehilangan ibu yang sampai sekarang tidak juga ketemu. namanya Ayu. dia dan bapaknya pindah ke Medan, tinggal di rumah kakaknya yang sudah berkeluarga. pernah suatu kali saat jam istirahat, aku dan teman-teman sedang membicarakan masalah tsunami Aceh, kami lupa bahwa Ayu adalah salah satu korban tsunami yang kehilangan ibu. tiba-tiba Ayu keluar kelas, kata temanku ternyata dia ke kamar mandi dan menangis. aku dan teman-teman menyesal karena sudah membicarakan tsunami di depan Ayu, membuatnya kembali bersedih. ayu adalah orang yang baik, dia juga pintar dalam Matematika. kebetulan dia duduk di belakangku, jadi saat tidak bisa aku minta diajarkan olehnya. sampai sekarang kami masih berteman.

begitulah, 26 Desember selalu mengingatkanku pada kejadian di tahun 2004. apapun sebab dari kejadian tersebut, apakah sebuah ujian dari Allah ataukah teguran atas kelalaian manusia, yang jelas kita sebagai manusia baik yang mengalami atau yang tidak harus selalu melakukan instrospeksi. semoga kita bisa mengambil pelajaran dan kejadian serupa tidak lagi terulang. Aamiin yaa Robbal 'alaamiin..

duapuluhenamdesemberduaributigabelas