Selasa, 24 Januari 2017

Tebing Keraton

Aku menulis ini berdasarkan perjalanan aku dan Deffi kemarin ke Tebing Keraton.

Sudah 2 tahun belakangan ini, nama Tebing Keraton sering terdengar dan menjadi salah satu destinasi yang dianggap wajib untuk dikunjungi di Bandung, Jawa Barat. Sebagai orang yang tinggal di Bandung, aku mungkin terbilang terlambat datang kesini. Di saat orang luar Bandung sudah berbondong-bondong untuk datang, maka aku baru aja datang ke Tebing Keraton kemarin hehehe.

Sebelum datang ke suatu lokasi, seperti biasa aku selalu browsing dulu mengenai tempat tersebut. Berbagai informasi aku dapatkan, mulai dari jam buka, arah jalan, kondisi jalan, harga tiket masuk dan lain sebagainya. Banyak orang merekomendasikan untuk datang ke Tebing Keraton pagi banget, supaya bisa melihat sunrise. Karena menurut pengalaman orang yang datang kesini, sunrise disini sangat indah, bahkan lebih indah dari sunsetnya. Akhirnya aku dan Deffi berencana akan datang pagi-pagi, berangkat dari rumah jam 5. dan bagaimana kenyataannya? Hahaha kami berdua kesiangan !! Akhirnya baru berangkat dari rumah jam 05.45 dan sampe sana jam 06.30. hiks..

Kami melakukan perjalanan dari Antapani ke arah Dago, melewati Tahura (Taman Hutan Raya), sampai menemukan Warung Bandrek. FYI, Warung Bandrek ini sangat terkenal di kalangan orang yang suka bersepeda, karena umumnya mereka sering berhenti untuk istirahat dan minum bandrek di warung ini. Nah dari Warung Bandrek ini ambil jalan ke kanan. Lanjutkan perjalanan ke atas. Kemudian setelah menempuh beberapa menit dengan motor, kami sampai pada batas mobil, artinya pengunjung yang membawa mobil hanya boleh sampai di tempat tsb. Mobilnya diparkir disana, untuk selanjutnya mereka harus pakai jasa ojeg lokal. Karena aku pake motor, jadi lanjut teruss.. nah jarak berapa meter, ketemu lagi batas motor. Disini juga banyak ojeg yang menawarkan diri untuk mengantar ke atas (lokasi tebing keraton). dari informasi yang aku baca di internet, sebenarnya pengendara motor juga harus berhenti dan pakai jasa ojeg lokal juga. Alasannya untuk menambah pemasukan untuk warga disana. Tapi ada yang bilang, aturan ketat ini hanya berlaku saat weekend dan musim libur. Berhubung aku dan Deffi kesana di hari Selasa (weekday), jadi kami iseng naik aja ke atas dengan motor dan alhamdulillah kami berhasil, ga di stop sama mang ojeg nya hehehe. Lumayan kan hemat 100 ribu. Soalnya udah ada spanduk besar bertuliskan tarif ojeg disini, yaitu 50rb (PP) dan 30rb (1 kali jalan).

Jalan menuju Tebing Keraton keliatan banget masih baru dibenerin, aspalnya keliatan masih baru. Menurut informasi yang aku dapat, dulu jalanan ini jelek banget banget, kecil dan jalannya beruntusan. Alhamdulillah pas kemarin aku kesana, jalannya 80% sudah dibetulkan, meski 20% nya masih jelek. Meski yang jelek hanya 20%, tapi emang jalannya lumayan parah sih. Jalan nanjak, bebatuan tajam, jadi bikin licin. Tidak dianjurkan ibu hamil kesini yaa. Tidak dianjurkan juga membawa motor matic, kecuali kalo emang kamu udah mahir banget pake motor. Soalnya, Deffi aja yang udah mahir bawa motor, terus kami pake motor gigi, rodanya masih slip beberapa kali karena licin. Kebetulan hari itu memang gerimis dari pagi, jadi aku terpaksa turun beberapa kali pas pergi dan pulang karena takut jatuh hahaha. Jadi inget perjalanan ke Bukit Moko waktu sama Laras. Itu juga salah satu dari kami harus turun,  tapi bukan karena jalanan licin, tapi karena motor matic aku ga kuat wkwk. 

Sesampai disana, ternyata ada parkrian motor yang disediakan bagi para pengunjung. Untuk ukuran weekday, cukup banyak orang yang datang. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Jelas waktu sunrise sudah lewat dan seharusnya sekarang hari sudah mulai terang. Tapi sayang, cuaca lagi mendung dan kabut dimana-mana. Ga lama aku sampe, bahkan turun hujan. Dinginnya makin menjadi-jadi dong. Kalo kesini wajib bawa jaket yang super tebel. Karena kedinginan, aku dan deffi memutuskan untuk minum anget-anget dulu. Di depan pintu masuk Tebing Keraton ada warung kecil yang jual aneka minuman dan mie rebus. Disana juga ada yang jual bubur ayam pake motor gitu. Aku dan deffi cuma beli minum panas, soalnya kami berencana makan bubur ayam favorit deffi di daerah sadang serang hehe.

Setelah minum dan istirahat, jam setengah 8an kami pun masuk. Bayar tiket masuknya 11ribu/orang. Katanya dulu masuk sini sih gratis, tapi sejak diambil alih pengelolaannya oleh pihak Taman Hutan Raya, jadi harus bayar hehehe.

Terus gimana di dalam? Hmm jadi ini tuh kayak hutan gitu sih, cuma udah dikelola jadi bersih dan baru selayaknya objek wisata gitu. Karena memang tempatnya tinggi dan curam, jadi sekarang dibuat pagar agar lebih aman. Kalo dulu sih, ga ada pagar sama sekali. Ada batu curam dan itu jadi tempat favorit orang buat berfoto. Karena sekarang dipagar, jadi gabisa ke batu itu :( tapi better sih, lebih baik aman daripada foto bagus tapi beresiko kan hehe.

Sebenarnya dari atas Tebing ini, kita akan disuguhkan pemandangan pepohonan yang sangat lebat dan indah. Tapi karena lagi kabut, yaa sepanjang mata memandang yang terlihat hanya kabut putih. Bener-bener putih sampe ga keliatan apa-apa hikss. Sempet kepikiran apa dateng lagi siangnya. Tapi berhubung seharian hujan, akhirnya gajadi deh. Yaa mungkin next time deh kesana lagi insyaAllah :) Tapi yang aku suka disini, udaranya segeeeeer banget, bersih dan rasanya ga ada polusi sama sekali hehe. Semoga alam Indonesia yang indah ini senantiasa terjaga yaa, terjaga kelestariannya maupun kebersihannya. Semoga keindahan alam ini tetap menjadi keindahan alam, tidak perlu diubah menjadi keindahan gedung pencakar langit :)

 i really miss our little talks, like this
delapanbelasjanuariduaribuenambelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar